Kurban ( Bahasa Arab: قربن, transliterasi: Qurban), atau disebut juga Udhhiyah atau Dhahiyyah secara harfiah berarti hewan sembelihan. Sedangkan ritual kurban adalah salah satu ritual ibadah pemeluk agama Islam, dimana dilakukan penyembelihan binatang ternak untuk dipersembahkan kepada Allah. Ritual kurban dilakukan pada bulan Dzulhijjah pada penanggalan Islam, yakni pada tanggal 10 (hari nahar) dan 11,12 dan 13 (hari tasyrik) bertepatan dengan Hari Raya Idul Adha.Qurban dalam bahasa Arab artinya dekat, ibadah qurban artinya menyembelih hewan sebagai ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Ibadah qurban disebut juga "udzhiyah" artinya hewan yang disembelih sebagai qurban. Ibadah qurban disinggung oleh al-Qur'an surah al-Kauthar "Maka dirikanlah shalat untuk Tuhanmu dan menyembelihlah".
Keutamaan qurban dijelaskan oleh sebuah hadist A'isyah, Rasulullah s.a.w. bersabda "Sabaik-baik amal bani adam bagi Allah di hari iedul adha adalah menyembelih qurban. Di hari kiamat hewan-hewan qurban tersebut menyertai bani adam dengan tanduk-tanduknya, tulang-tulang dan bulunya, darah hewan tersebut diterima oleh Allah sebelum menetes ke bumi dan akan membersihkan mereka yang melakukannya" (H.R. Tirmizi, Ibnu Majah). Dalam riwayat Anas bin Malik, Rasulullah menyembelih dua ekor domba putih bertanduk, beliau meletakkan kakinya di dekat leher hewan tersebut lalu membaca basmalah dan bertakbir dan menyembelihnya" (H.R. Tirmizi dll).
Hukum ibadah qurban, Mazhab Hanafi mengatakan wajib dengan dalil hadist Abu Haurairah yang menyebutkan Rasulullah s.a.w. bersabda "Barangsiapa mempunyai kelonggaran (harta), namun ia tidak melaksanakan qurban, maka jangan lah ia mendekati masjidku" (H.R. Ahmad, Ibnu Majah). Ini menunjukkan seuatu perintah yang sangat kuat sehingga lebih tepat untuk dikatakan wajib.
Mayoritas ulama mengatakan hukum qurban sunnah dan dilakukan setiap tahun bagi yang mampu. Mazhab syafi'i mengatakan qurban hukumnya sunnah 'ain (menjadi tanggungan individu) bagi setiap individu sekali dalam seumur dan sunnah kifayah bagi sebuah keluarga besar, menjadi tanggungan seluruh anggota keluarga, namun kesunnahan tersebut terpenuhi bila salah satu anggota keluarga telah melaksanakannya. Dalil yang melandasi pendapat ini adalah riwayat Umi Salamh, Rasulullah s.a.w. bersabda "Bila kalian melihat hilal dzul hijjah dan kalian menginginkan menjalankan ibadah qurban, maka janganlah memotong bulu dan kuku hewan yang hendak disembelih" (H.R. Muslim dll), hadist ini mengaitkan ibadah qurban dengan keinginan yang artinya bukan kewajiban. Dalam riwayat Ibnu ABbas Rasulullah s.a.w. mengatakan "Tiga perkara bagiku wajib, namun bagi kalian sunnah, yaitu shalat witir, menyembelih qurban dan shalat iedul adha" (H.R. Ahmad dan Hakim).
Qurban disunnahkan kepada yang mampu. Ukuran kemampuan tidak berdasarkan kepada nisab, namun kepada kebutuhan per individu, yaitu apabila seseorang setelah memenuhi kebutuhan sehari-harinya masih memiliki dana lebih dan mencukupi untuk membeli hewan qurban, khususnya di hari raya iedul adha dan tiga hari tasyriq.
Dalam beribadah qurban harus disertai niyat berqurban untuk Allah atas nama dirinya. Berqurban atas nama orang lain menurut mazhab Syafi'i mengatakan tidak sah tanpa seizin orang tersebut, demikian atas nama orang yang telah meninggal tidak sah bila tanpa dasar wasiat. Ulama Maliki mengatakan makruh berqurban atas nama orang lain. Ulama Hanafi dan Hanbali mengatakan sah saja berqurban untuk orang lain yang telah meninggal dan pahalanya dikirimkan kepada almarhum.
Hukum
kurban
Mayoritas ulama dari kalangan sahabat,
tabi’in, tabiut
tabi’in, dan fuqaha (ahli fiqh) menyatakan bahwa hukum kurban adalah sunnah
muakkadah (utama), dan tidak ada seorangpun yang menyatakan wajib, kecuali
Abu Hanifah (tabi’in). Ibnu Hazm menyatakan: “Tidak ada seorang sahabat Nabi
pun yang menyatakan bahwa kurban itu wajib.
Hikmah Kurban
·
Menghidupkan
sunnah Nabi Ibrahim yang taat dan tegar melaksanakan kurban atas perintah Alloh
Subhanahu wa Ta’ala meskipun harus kehilangan putra satu-satunya yang
didambakan (QS: As-Shaf: 102-107)
·
Menegakkan syiar
Dinul Islam dengan merayakan Iedul Adhha secara bersamaan dan saling tolong
menolong dalam kebaikan(QS.:Al-Hajj: 36) Rasululloh ShallAllohu
alaihi wasalam bersabda, yang artinya: “Hari-hari tasyrik adalah
hari-hari makan, minum dan dzikir kepada Alloh Azza wajalla.” (HR: Muslim
dalam Maktashar No. 623)
·
Bersyukur kepada
Alloh Subhanahu wa Ta’ala atas nikmat-nikmatNya, maka mengalirkan
darah binatang kurban ini termasuk syukur dan ketaatan dengan satu bentuk
taqarrub yang khusus (QS: Al-Hajj: 34). Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami
syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Alloh Subhanahu
wa Ta’ala terhadap binatang ternak yang telah direzkikan Alloh kepada
mereka, maka Ilahmu ialah Ilah Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu
kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh
(kepada Alloh). (QS: Al-Hajj: 34)
Di hari-hari itu juga sangat dianjurkan untuk
memperbanyak amal shalih, kebaikan dan kemasyarakatan, seperti bersilaturahmi,
berkunjung sanak kerabat, menjaga diri dari rasa iri, dengki, mendongkol maupun
amarah, hendaklah menjaga kebersihan hati, menyantuni fakir miskin, anak yatim,
orang-orang yang terlilit kekurangan dan kesulitan.
Berkurban Lebih Utama Daripada Sedekah
Beberapa
ulama menyatakan bahwa berkurban itu lebih utama daripada sedekah yang nilainya
sepadan. Bahkan lebih utama daripada membeli daging yang seharga atau bahkan
yang lebih mahal dari harga binatang kurban tersebut kemudian daging tersebut
disedekahkan. Sebab, tujuan yang terpenting dari berkurban itu adalah taqarrub
kepada Allah melalui penyembelihan. (Asy Syarhul Mumti’ 7/521 dan Tuhfatul
Maulud hal. 65)
Perihal Binatang Kurban
a. Harus Dari Binatang Ternak
Binatang
ternak tersebut berupa unta, sapi, kambing ataupun domba. Hal ini sebagaimana
firman Allah (artinya):
“Dan
bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka
menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah dirizkikan Allah kepada
mereka.” (Al Hajj: 34)
Jika
seseorang menyembelih binatang selain itu -walaupun harganya lebih mahal- maka
tidak diperbolehkan. (Asy Syarhul Mumti’ 7/ 477 dan Al Majmu’ 8/222)
b. Harus Mencapai Usia Musinnah dan Jadza’ah
Hal
ini didasarkan sabda Nabi :
لاَ تَذْبَحُوْا إِلاَّ مُسِنَّةً إِلاَّ أَنْ
يَعْسُرَ عَلَيْكُمْ فَتَذْبَحُوْا جَذَعَةً مِنَ الضَّأْنِ
“Janganlah
kalian menyembelih kecuali setelah mencapai usia musinnah (usia yang cukup bagi
unta, sapi dan kambing untuk disembelih, pen). Namun apabila kalian mengalami
kesulitan, maka sembelihlah binatang yang telah mencapai usia jadza’ah (usia
yang cukup, pen) dari domba.” (H.R. Muslim)
Oleh
karena tidak ada ketentuan syar’i tentang batasan usia tersebut maka terjadilah
perselisihan di kalangan para ulama. Akan tetapi pendapat yang paling banyak
dipilih dan dikenal di kalangan mereka adalah: unta berusia 5 tahun, sapi
berusia 2 tahun, kambing berusia 1 tahun dan domba berusia 6 bulan. Pendapat
ini dipilih oleh Asy Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah di dalam Asy Syarhul
Mumti’ 7/ 460.
c. Tidak Cacat
Klasifikasi
cacat sebagaimana disebutkan Nabi dalam sabdanya:
أَرْبَعٌ لاَتَجُوْزُ فِيْ اْلأَضَاحِي: اَلْعَوْرَاءُ
اَلْبَيِّنُ عَوْرُهاَ وَاْلمَرِيْضَةُ اَلْبَيِّنُ مَرَضُهَا وَاْلعَرْجَاءُ
اَلْبَيِّنُ ضِلْعُهَا وَاْلكَسِيْرُ -وَفِي لَفْظٍ- اَلْعَجْفَاءُ اَلَّتِي لاَ
تُنْقِيْ
“Empat
bentuk cacat yang tidak boleh ada pada binatang kurban: buta sebelah yang jelas
butanya, sakit yang jelas sakitnya, pincang yang jelas pincangnya dan kurus
yang tidak bersumsum.” (H.R. Abu Dawud dan selainnya dengan sanad shahih)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar